Tepat setahun sejak melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel (saat blog ini terbit) telah menjadi perusahaan tower telekomunikasi independen terbesar di Asia Tenggara. Mitratel melakukan Initial Public Offering (IPO) di BEI pada 22 November 2021 silam dengan 28 persen saham kepemilikan publik.
Mitratel memiliki insfrastruktur telekomunikasi, baik itu menara, connectivity (fiber dan satellite) dan power to tower yang tersebar di seluruh Indonesia untuk memberikan solusi yang terlengkap dan terintegrasi untuk seluruh operator telekomunikasi. Secara tren global, bisnis menara telekomunikasi mulai bergeser dari Towerco menjadi Digital Infraco di masa depan. Hal itu bertujuan untuk menyediakan layanan seluler dan menumbuhkan ekosistem digital.
Baca Juga : Data Center itu apasih? Cari Tahu disini
Di Indonesia sendiri, Towerco telah bergerak meraih potensi pertumbuhan penyediaan infrastruktur digital guna mendorong pertumbuhan bisnis pada masa mendatang. Hal tersebut terbukti dengan penyediaan infrastruktur fiber optic untuk mendukung layanan seluler (4G/5G) dan ekosistem digital.
Mitratel sebagai bagian dari Telkom Group akan berkomitmen mengambil peran dalam menyiapkan roadmap ke Digital Infraco untuk pengembangan portofolio yang berfokus pada penyediaan infrastruktur fiber optic/tower fiberisation.
MTEL jadi perusahaan provider menara telekomunikasi terbesar di ASEAN
Setelah setahun IPO, Mitratel telah menjadi perusahaan provider menara telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara dari sisi kepemilikan menara, melalui berbagai pembangunan tower dan aksi korporasi. Tenancy ratio MTEL 1,44x dan 58 persen tower di luar Jawa menjadi ruang pertumbuhan dengan perluasan layanan operator seluler ke seluruh Indonesia.
Untuk informasi, hingga kuartal-III 2022, Mitratel tercatat total memiliki 35.051 tower telekomunikasi. Angka itu diperoleh setelah MTEL berhasil mengakuisisi 6.000 tower milik PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) beberapa waktu lalu.
Baca Juga : Mengenal URL atau Uniform Resource Locator
MTEL tidak terpengaruh risiko kurs mata uang asing
Mitratel sendiri juga tergolong memiliki leverage rendah dan tanpa eksposur terhadap risikor kurs atau nilai tukar mata uang asing. Mitratel cukup tangguh terhadap eksposur makro ekonomi dengan catatan net-debt to EBITDA 1,7x, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) 100 persen, dan seluruh utang dalam mata uang rupiah.
Diharapkan Mitratel juga jadi perusahaan terdepan di industri dengan tingkat investasi yang sangat baik.
Mitratel membukukan pendapatan sangat baik hingga September 2022
Sementara itu, pada periode Januari–September 2022, Mitratel berhasil membukukan pendapatan Rp5,6 triliun atau melesat 11,5 persen secara tahunan dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya Rp5,02 triliun.
Lonjakan pendapatan itu mendongkrak laba bersih MTEL sebesar 18,1 persen menjadi Rp1,22 triliun dibandingkan periode sama sebelumnya Rp1,03 triliun.
Baca Juga : Odoo Enterprise, ERP yang akan dipakai Mahkota Group mulai tahun 2023
Pertumbuhan perusahaan yang konsisten berhasil mencatatkan EBITDA (earning before interest, taxes, depreciation) meningkat menjadi 15,7 persen. EBITDA diharapkan semakin meningkat seiring peningkatan kolokasi, terutama karena luasnya coverage tower di luar Jawa.
Pertumbuhan bisnis Mitratel pada periode kuartal I–III 2022 tercatat terus konsisten lebih besar dari pertumbuhan industri. Hal inilah yang menjadikan profitabilitas Mitratel naik lebih signifikan dibandingkan tahun lalu
sumber : idntimes/business
witechmkt